Folder on Maskibow
 : Were The Rage ....... ????

My Posting
Were The Rage ....... ???? - On Maskibow

Were The Rage ....... ????

Rage Against The Machine Dibentuk untuk Politik
Tanpa politik, saya tidak akan pernah ada di band ini." Itulah pernyataan Zack De La Rocha, vokalis kelompok asal Los Angeles, California, AS, Rage Against The Machine (RATM). Politik memang identik dengan band rap metal ini. Sejak terbentuk delapan tahun lalu, Rocha (vokal), Tom Morello (gitar), Y.tim K./Tim Commerford
(bass), dan Brad Wilk (dram) gencar melancarkan berbagai misi politik lewat musik. Misi tersebut kadang menjadi penyebab ketegangan di antara mereka sendiri, sehingga mereka memilih untuk vakum beberapa tahun sampai akhirnya merilis album baru di tahun ini.Seperti dua album terdahulu, Rage Against The Machine (1992) dan Evil Empire (1996), album ketiga The Battle of Los Angeles mengusung misi yang sama yaitu politik, persamaan hak, dan anti rasisme. Misi utama mereka kali ini adalah mendukung pembebasan Mumia Abu-Jamal, seorang jurnalis dan mantan anggota perkumpulan Black Panther yang didakwa hukuman mati atas pembunuhan seorang polisi Philadelphia di tahun 1981. Secara eksplisit nama Mumia disebut Rocha di lagu Guerrilla Radio yang jadi single perdana, dan Voice of the Voiceless.
Selain dukungan terhadap Mumia, Rage Against The Machine (RATM) juga mendukung perjuangan tentara pembebasan nasional Zapatista yang membela penduduk negara bagian Chiapas yang ditindas tentara Mexico. Mereka juga mendukung perkumpulan Women Alive yang membela hak-hak wanita. Bahkan saat menggelar konser di Honolulu, Rocha sempat berhenti di tengah lagu dan membentak sekumpulan pria yang melakukan pelecehan pada sekelompok peselancar wanita.
Rocha juga terlibat langsung dalam beberapa demonstrasi rakyat Chiapas. Dia juga rela pergi ke Jenewa untuk memohon persidangan ulang bagi Mumia kepada Komisi Hak Asasi Manusia, PBB. Kini pihak Amnesti Internasional dan Parlemen Eropa mulai mempertanyakan kembali kasus Mumia. "Sebetulnya sulit bagi saya untuk menyeimbangkan kegiatan menulis lagu dengan partisipasi dalam gerakan solidaritas di L.A.," ujar Rocha, 29.
Meski sulit, tapi RATM mampu bertahan selama delapan tahun dan meraih angka penjualan tujuh juta keping untuk dua album mereka terdahulu. RATM juga aktif menggelar berbagai konser amal, seperti A Benefits for Abu-Jamal, Rock For Choice, dan Britain's Anti-Nazi League.
"Jika kami hanya menyanyikan lagu tentang berkendaraan dengan atap mobil terbuka, band ini sudah lama pecah," komentar Tom Morello, gitaris keturunan Afrika-Amerika yang menyandang gelar sarjana dari Harvard. Morello sendiri pernah ditahan polisi di tahun 1997 saat ikut berdemonstrasi memperjuangkan perbaikan kondisi rumah buruh pabrik Guess Jeans di Santa Monica.
Kegiatan politik para personil RATM tersebut membuat kelompok ini tidak seproduktif grup lain. Ketegangan yang mereka alami membuat mereka sulit berkomunikasi. Bahkan setelah merilis album pertama di tahun 1992, mereka tak punya satu pun materi untuk album kedua. Di musim dingin antara tahun '94-'95, pihak Epic Record akhirnya mengurung RATM di sebuah rumah di Atlanta agar bisa menulis lagu. Waktu itu mereka diancam untuk segera menulis lagu atau membubarkan diri. Bagi para personil RATM, itulah masa yang paling sulit. "Saat itu sama sekali tak ada komunikasi, baik musikal maupun personal. Kami tak pernah sepakat dalam berbagai hal. Kami dikurung seperti dalam (MTV) Real World ke sepuluh," kenang Morello.
Mereka akhirnya meninggalkan Atlanta tanpa sepotong lagu pun meski telah berlatih setiap hari. Padahal lagu-lagu di album pertama ditulis hanya dalam waktu sebulan. Akhirnya album kedua Evil Empire bisa rampung di bulan April 1996 dan mencetak hit Bulls On Parade. "Kadang kami patah semangat, kadang juga terlalu bersemangat hingga mencapai 110 persen. Mungkin itulah sebabnya mengapa kami masih bisa bertahan. Kami memilih istirahat dari band sebelum merasa muak satu sama lain dan kemudian pecah, " jelas Wilk tentang kevakuman mereka setelah merilis album kedua.
Sebelum merilis album ketiga yang prosesnya memakan waktu lebih dari satu tahun, RATM menulis lagu No Shelter untuk album soundtrack film Godzilla tahun 1998. Setelah proyek ini selesai, Morello, Wilk, dan Commerford berniat untuk mulai menggarap album ketiga tanpa Rocha yang masih sibuk dengan berbagai kegiatan politik. Rocha yang juga mahir bermain gitar, dram dan bas, setuju karena ia tak ingin mereka harus kembali dikurung di Atlanta.
Rocha kemudian menulis lirik untuk lagu-lagu mereka. Perjalanannya ke Chiapas ia tuangkan dalam lagu Calm Like A Bomb, War Within a Breathe, dan Maria yang bercerita tentang seorang gadis Mexico yang terbunuh di sebuah rumah buruh di Amerika. Lirik-lirik Rocha juga dipengaruhi sejumlah penulis favoritnya, seperti penyair Cuba, Jose Marti, jurnalis dan penulis essay Uruguay, Eduardo Galeano, dan Amiri Baraka. Dia juga sering nongkrong di Nuyorican Poets Café cuma untuk berdiskusi dengan para penyair di sana. Sebagian lagu RATM di album pertama, seperti Take The Power Back dan Bullet in the Head berasal dari puisi yang ditulis Rocha sebelum RATM lahir tahun 1991.
Meski sama-sama menyukai politik, keempat personil RATM memiliki latar belakang keluarga yang beragam. Ayah Zack, Beto De La Rocha adalah seorang seniman grafis yang menjadikan karyanya sebagai media protes dan ibunya, Olivia De La Rocha seorang ahli antropologi. Rocha telah berteman dengan Commerford yang asli California, sejak mereka masih duduk di sekolah dasar. Dari Rocha, Commerford mengenal lagu-lagu Sex Pistols dan belajar memainkannya dengan bas. Sementara Wilk yang lahir 31 tahun lalu di Portland, Oregon, adalah anak seorang pedagang perhiasan.
Tom Morello lahir di Harlem 35 tahun lalu, tempat yang ia sebut sebagai 'gudangnya politik'. Ayahnya, Ngethe Njoroge, seorang mantan diplomat dan juga pemberontak. Dia pernah bergabung dengan gerakan gerilya Mau Mau yang berjuang membebaskan Kenya dari Inggris dan dia menjadi orang pertama yang mewakili Kenya di PBB setelah Kenya merdeka. Ibunya, Mary yang berkulit putih juga aktif di berbagai organisasi politik. Sejak kecil Tom sangat menggemari band-band rock seperti Black Sabbath dan Alice Cooper. Sejak kecil pula Tom dan Rocha akrab dengan perlakuan diskriminatif dari orang-orang sekitarnya.
Gurauan seorang guru yang berbau rasisme saat Rocha SMA telah membuka matanya. Sejak saat itu Rocha bertekad untuk tidak tinggal diam terhadap berbagai perlakuan diskriminatif. Lewat musik dan lirik lagu, Rocha dan Morello mengangkat semua isu politik dan anti rasisme, sementara Wilk dan Commerford secara perlahan tapi pasti mulai belajar soal politik.
"Musik selalu bisa mempersatukan orang. KRS-One dan Publik Enemy sangat mempengaruhi saya, juga cara pandang saya yang sejak kecil terbiasa melihat karya seni ayah dan tumbuh sebagai anak miskin di lingkungan kulit putih yang makmur," ujar Rocha yang logatnya agak mirip rapper Chuck D dan Joe Strummer ini.
"Setiap gerakan revolusi adalah gerakan yang didasari cinta. Semua lagu yang saya tulis berasal dari hasrat untuk menggunakan musik sebagai alat buat lebih memanusiakan manusia. Semua lagu yang saya tulis adalah lagu cinta," tambah Rocha yang mengambil nama RATM dari lagu yang ia tulis bersama band-nya terdahulu, Inside Out.
Berbeda dengan pengusung hip metal yang muncul belakangan, sejak awal RATM tampaknya menghindari unsur techno. Semua sound efek yang terdengar di lagu-lagu mereka murni hasil rekayasa suara gitar secara manual, sementara lirik lagu dinyanyikan dengan gaya rap yang kasar dan emosional. Album ini dinobatkan sebagai album terbaik versi majalah Time.

Label:


Share This Page !!!


Artikel Lainnya :

Loading...



Rage Against The Machine Dibentuk untuk Politik
Tanpa politik, saya tidak akan pernah ada di band ini." Itulah pernyataan Zack De La Rocha, vokalis kelompok asal Los Angeles, California, AS, Rage Against The Machine (RATM). Politik memang identik dengan band rap metal ini. Sejak terbentuk delapan tahun lalu, Rocha (vokal), Tom Morello (gitar), Y.tim K./Tim Commerford
(bass), dan Brad Wilk (dram) gencar melancarkan berbagai misi politik lewat musik. Misi tersebut kadang menjadi penyebab ketegangan di antara mereka sendiri, sehingga mereka memilih untuk vakum beberapa tahun sampai akhirnya merilis album baru di tahun ini.Seperti dua album terdahulu, Rage Against The Machine (1992) dan Evil Empire (1996), album ketiga The Battle of Los Angeles mengusung misi yang sama yaitu politik, persamaan hak, dan anti rasisme. Misi utama mereka kali ini adalah mendukung pembebasan Mumia Abu-Jamal, seorang jurnalis dan mantan anggota perkumpulan Black Panther yang didakwa hukuman mati atas pembunuhan seorang polisi Philadelphia di tahun 1981. Secara eksplisit nama Mumia disebut Rocha di lagu Guerrilla Radio yang jadi single perdana, dan Voice of the Voiceless.
Selain dukungan terhadap Mumia, Rage Against The Machine (RATM) juga mendukung perjuangan tentara pembebasan nasional Zapatista yang membela penduduk negara bagian Chiapas yang ditindas tentara Mexico. Mereka juga mendukung perkumpulan Women Alive yang membela hak-hak wanita. Bahkan saat menggelar konser di Honolulu, Rocha sempat berhenti di tengah lagu dan membentak sekumpulan pria yang melakukan pelecehan pada sekelompok peselancar wanita.
Rocha juga terlibat langsung dalam beberapa demonstrasi rakyat Chiapas. Dia juga rela pergi ke Jenewa untuk memohon persidangan ulang bagi Mumia kepada Komisi Hak Asasi Manusia, PBB. Kini pihak Amnesti Internasional dan Parlemen Eropa mulai mempertanyakan kembali kasus Mumia. "Sebetulnya sulit bagi saya untuk menyeimbangkan kegiatan menulis lagu dengan partisipasi dalam gerakan solidaritas di L.A.," ujar Rocha, 29.
Meski sulit, tapi RATM mampu bertahan selama delapan tahun dan meraih angka penjualan tujuh juta keping untuk dua album mereka terdahulu. RATM juga aktif menggelar berbagai konser amal, seperti A Benefits for Abu-Jamal, Rock For Choice, dan Britain's Anti-Nazi League.
"Jika kami hanya menyanyikan lagu tentang berkendaraan dengan atap mobil terbuka, band ini sudah lama pecah," komentar Tom Morello, gitaris keturunan Afrika-Amerika yang menyandang gelar sarjana dari Harvard. Morello sendiri pernah ditahan polisi di tahun 1997 saat ikut berdemonstrasi memperjuangkan perbaikan kondisi rumah buruh pabrik Guess Jeans di Santa Monica.
Kegiatan politik para personil RATM tersebut membuat kelompok ini tidak seproduktif grup lain. Ketegangan yang mereka alami membuat mereka sulit berkomunikasi. Bahkan setelah merilis album pertama di tahun 1992, mereka tak punya satu pun materi untuk album kedua. Di musim dingin antara tahun '94-'95, pihak Epic Record akhirnya mengurung RATM di sebuah rumah di Atlanta agar bisa menulis lagu. Waktu itu mereka diancam untuk segera menulis lagu atau membubarkan diri. Bagi para personil RATM, itulah masa yang paling sulit. "Saat itu sama sekali tak ada komunikasi, baik musikal maupun personal. Kami tak pernah sepakat dalam berbagai hal. Kami dikurung seperti dalam (MTV) Real World ke sepuluh," kenang Morello.
Mereka akhirnya meninggalkan Atlanta tanpa sepotong lagu pun meski telah berlatih setiap hari. Padahal lagu-lagu di album pertama ditulis hanya dalam waktu sebulan. Akhirnya album kedua Evil Empire bisa rampung di bulan April 1996 dan mencetak hit Bulls On Parade. "Kadang kami patah semangat, kadang juga terlalu bersemangat hingga mencapai 110 persen. Mungkin itulah sebabnya mengapa kami masih bisa bertahan. Kami memilih istirahat dari band sebelum merasa muak satu sama lain dan kemudian pecah, " jelas Wilk tentang kevakuman mereka setelah merilis album kedua.
Sebelum merilis album ketiga yang prosesnya memakan waktu lebih dari satu tahun, RATM menulis lagu No Shelter untuk album soundtrack film Godzilla tahun 1998. Setelah proyek ini selesai, Morello, Wilk, dan Commerford berniat untuk mulai menggarap album ketiga tanpa Rocha yang masih sibuk dengan berbagai kegiatan politik. Rocha yang juga mahir bermain gitar, dram dan bas, setuju karena ia tak ingin mereka harus kembali dikurung di Atlanta.
Rocha kemudian menulis lirik untuk lagu-lagu mereka. Perjalanannya ke Chiapas ia tuangkan dalam lagu Calm Like A Bomb, War Within a Breathe, dan Maria yang bercerita tentang seorang gadis Mexico yang terbunuh di sebuah rumah buruh di Amerika. Lirik-lirik Rocha juga dipengaruhi sejumlah penulis favoritnya, seperti penyair Cuba, Jose Marti, jurnalis dan penulis essay Uruguay, Eduardo Galeano, dan Amiri Baraka. Dia juga sering nongkrong di Nuyorican Poets Café cuma untuk berdiskusi dengan para penyair di sana. Sebagian lagu RATM di album pertama, seperti Take The Power Back dan Bullet in the Head berasal dari puisi yang ditulis Rocha sebelum RATM lahir tahun 1991.
Meski sama-sama menyukai politik, keempat personil RATM memiliki latar belakang keluarga yang beragam. Ayah Zack, Beto De La Rocha adalah seorang seniman grafis yang menjadikan karyanya sebagai media protes dan ibunya, Olivia De La Rocha seorang ahli antropologi. Rocha telah berteman dengan Commerford yang asli California, sejak mereka masih duduk di sekolah dasar. Dari Rocha, Commerford mengenal lagu-lagu Sex Pistols dan belajar memainkannya dengan bas. Sementara Wilk yang lahir 31 tahun lalu di Portland, Oregon, adalah anak seorang pedagang perhiasan.
Tom Morello lahir di Harlem 35 tahun lalu, tempat yang ia sebut sebagai 'gudangnya politik'. Ayahnya, Ngethe Njoroge, seorang mantan diplomat dan juga pemberontak. Dia pernah bergabung dengan gerakan gerilya Mau Mau yang berjuang membebaskan Kenya dari Inggris dan dia menjadi orang pertama yang mewakili Kenya di PBB setelah Kenya merdeka. Ibunya, Mary yang berkulit putih juga aktif di berbagai organisasi politik. Sejak kecil Tom sangat menggemari band-band rock seperti Black Sabbath dan Alice Cooper. Sejak kecil pula Tom dan Rocha akrab dengan perlakuan diskriminatif dari orang-orang sekitarnya.
Gurauan seorang guru yang berbau rasisme saat Rocha SMA telah membuka matanya. Sejak saat itu Rocha bertekad untuk tidak tinggal diam terhadap berbagai perlakuan diskriminatif. Lewat musik dan lirik lagu, Rocha dan Morello mengangkat semua isu politik dan anti rasisme, sementara Wilk dan Commerford secara perlahan tapi pasti mulai belajar soal politik.
"Musik selalu bisa mempersatukan orang. KRS-One dan Publik Enemy sangat mempengaruhi saya, juga cara pandang saya yang sejak kecil terbiasa melihat karya seni ayah dan tumbuh sebagai anak miskin di lingkungan kulit putih yang makmur," ujar Rocha yang logatnya agak mirip rapper Chuck D dan Joe Strummer ini.
"Setiap gerakan revolusi adalah gerakan yang didasari cinta. Semua lagu yang saya tulis berasal dari hasrat untuk menggunakan musik sebagai alat buat lebih memanusiakan manusia. Semua lagu yang saya tulis adalah lagu cinta," tambah Rocha yang mengambil nama RATM dari lagu yang ia tulis bersama band-nya terdahulu, Inside Out.
Berbeda dengan pengusung hip metal yang muncul belakangan, sejak awal RATM tampaknya menghindari unsur techno. Semua sound efek yang terdengar di lagu-lagu mereka murni hasil rekayasa suara gitar secara manual, sementara lirik lagu dinyanyikan dengan gaya rap yang kasar dan emosional. Album ini dinobatkan sebagai album terbaik versi majalah Time.

Label:

Rage Against The Machine Dibentuk untuk Politik
Tanpa politik, saya tidak akan pernah ada di band ini." Itulah pernyataan Zack De La Rocha, vokalis kelompok asal Los Angeles, California, AS, Rage Against The Machine (RATM). Politik memang identik dengan band rap metal ini. Sejak terbentuk delapan tahun lalu, Rocha (vokal), Tom Morello (gitar), Y.tim K./Tim Commerford
(bass), dan Brad Wilk (dram) gencar melancarkan berbagai misi politik lewat musik. Misi tersebut kadang menjadi penyebab ketegangan di antara mereka sendiri, sehingga mereka memilih untuk vakum beberapa tahun sampai akhirnya merilis album baru di tahun ini.Seperti dua album terdahulu, Rage Against The Machine (1992) dan Evil Empire (1996), album ketiga The Battle of Los Angeles mengusung misi yang sama yaitu politik, persamaan hak, dan anti rasisme. Misi utama mereka kali ini adalah mendukung pembebasan Mumia Abu-Jamal, seorang jurnalis dan mantan anggota perkumpulan Black Panther yang didakwa hukuman mati atas pembunuhan seorang polisi Philadelphia di tahun 1981. Secara eksplisit nama Mumia disebut Rocha di lagu Guerrilla Radio yang jadi single perdana, dan Voice of the Voiceless.
Selain dukungan terhadap Mumia, Rage Against The Machine (RATM) juga mendukung perjuangan tentara pembebasan nasional Zapatista yang membela penduduk negara bagian Chiapas yang ditindas tentara Mexico. Mereka juga mendukung perkumpulan Women Alive yang membela hak-hak wanita. Bahkan saat menggelar konser di Honolulu, Rocha sempat berhenti di tengah lagu dan membentak sekumpulan pria yang melakukan pelecehan pada sekelompok peselancar wanita.
Rocha juga terlibat langsung dalam beberapa demonstrasi rakyat Chiapas. Dia juga rela pergi ke Jenewa untuk memohon persidangan ulang bagi Mumia kepada Komisi Hak Asasi Manusia, PBB. Kini pihak Amnesti Internasional dan Parlemen Eropa mulai mempertanyakan kembali kasus Mumia. "Sebetulnya sulit bagi saya untuk menyeimbangkan kegiatan menulis lagu dengan partisipasi dalam gerakan solidaritas di L.A.," ujar Rocha, 29.
Meski sulit, tapi RATM mampu bertahan selama delapan tahun dan meraih angka penjualan tujuh juta keping untuk dua album mereka terdahulu. RATM juga aktif menggelar berbagai konser amal, seperti A Benefits for Abu-Jamal, Rock For Choice, dan Britain's Anti-Nazi League.
"Jika kami hanya menyanyikan lagu tentang berkendaraan dengan atap mobil terbuka, band ini sudah lama pecah," komentar Tom Morello, gitaris keturunan Afrika-Amerika yang menyandang gelar sarjana dari Harvard. Morello sendiri pernah ditahan polisi di tahun 1997 saat ikut berdemonstrasi memperjuangkan perbaikan kondisi rumah buruh pabrik Guess Jeans di Santa Monica.
Kegiatan politik para personil RATM tersebut membuat kelompok ini tidak seproduktif grup lain. Ketegangan yang mereka alami membuat mereka sulit berkomunikasi. Bahkan setelah merilis album pertama di tahun 1992, mereka tak punya satu pun materi untuk album kedua. Di musim dingin antara tahun '94-'95, pihak Epic Record akhirnya mengurung RATM di sebuah rumah di Atlanta agar bisa menulis lagu. Waktu itu mereka diancam untuk segera menulis lagu atau membubarkan diri. Bagi para personil RATM, itulah masa yang paling sulit. "Saat itu sama sekali tak ada komunikasi, baik musikal maupun personal. Kami tak pernah sepakat dalam berbagai hal. Kami dikurung seperti dalam (MTV) Real World ke sepuluh," kenang Morello.
Mereka akhirnya meninggalkan Atlanta tanpa sepotong lagu pun meski telah berlatih setiap hari. Padahal lagu-lagu di album pertama ditulis hanya dalam waktu sebulan. Akhirnya album kedua Evil Empire bisa rampung di bulan April 1996 dan mencetak hit Bulls On Parade. "Kadang kami patah semangat, kadang juga terlalu bersemangat hingga mencapai 110 persen. Mungkin itulah sebabnya mengapa kami masih bisa bertahan. Kami memilih istirahat dari band sebelum merasa muak satu sama lain dan kemudian pecah, " jelas Wilk tentang kevakuman mereka setelah merilis album kedua.
Sebelum merilis album ketiga yang prosesnya memakan waktu lebih dari satu tahun, RATM menulis lagu No Shelter untuk album soundtrack film Godzilla tahun 1998. Setelah proyek ini selesai, Morello, Wilk, dan Commerford berniat untuk mulai menggarap album ketiga tanpa Rocha yang masih sibuk dengan berbagai kegiatan politik. Rocha yang juga mahir bermain gitar, dram dan bas, setuju karena ia tak ingin mereka harus kembali dikurung di Atlanta.
Rocha kemudian menulis lirik untuk lagu-lagu mereka. Perjalanannya ke Chiapas ia tuangkan dalam lagu Calm Like A Bomb, War Within a Breathe, dan Maria yang bercerita tentang seorang gadis Mexico yang terbunuh di sebuah rumah buruh di Amerika. Lirik-lirik Rocha juga dipengaruhi sejumlah penulis favoritnya, seperti penyair Cuba, Jose Marti, jurnalis dan penulis essay Uruguay, Eduardo Galeano, dan Amiri Baraka. Dia juga sering nongkrong di Nuyorican Poets Café cuma untuk berdiskusi dengan para penyair di sana. Sebagian lagu RATM di album pertama, seperti Take The Power Back dan Bullet in the Head berasal dari puisi yang ditulis Rocha sebelum RATM lahir tahun 1991.
Meski sama-sama menyukai politik, keempat personil RATM memiliki latar belakang keluarga yang beragam. Ayah Zack, Beto De La Rocha adalah seorang seniman grafis yang menjadikan karyanya sebagai media protes dan ibunya, Olivia De La Rocha seorang ahli antropologi. Rocha telah berteman dengan Commerford yang asli California, sejak mereka masih duduk di sekolah dasar. Dari Rocha, Commerford mengenal lagu-lagu Sex Pistols dan belajar memainkannya dengan bas. Sementara Wilk yang lahir 31 tahun lalu di Portland, Oregon, adalah anak seorang pedagang perhiasan.
Tom Morello lahir di Harlem 35 tahun lalu, tempat yang ia sebut sebagai 'gudangnya politik'. Ayahnya, Ngethe Njoroge, seorang mantan diplomat dan juga pemberontak. Dia pernah bergabung dengan gerakan gerilya Mau Mau yang berjuang membebaskan Kenya dari Inggris dan dia menjadi orang pertama yang mewakili Kenya di PBB setelah Kenya merdeka. Ibunya, Mary yang berkulit putih juga aktif di berbagai organisasi politik. Sejak kecil Tom sangat menggemari band-band rock seperti Black Sabbath dan Alice Cooper. Sejak kecil pula Tom dan Rocha akrab dengan perlakuan diskriminatif dari orang-orang sekitarnya.
Gurauan seorang guru yang berbau rasisme saat Rocha SMA telah membuka matanya. Sejak saat itu Rocha bertekad untuk tidak tinggal diam terhadap berbagai perlakuan diskriminatif. Lewat musik dan lirik lagu, Rocha dan Morello mengangkat semua isu politik dan anti rasisme, sementara Wilk dan Commerford secara perlahan tapi pasti mulai belajar soal politik.
"Musik selalu bisa mempersatukan orang. KRS-One dan Publik Enemy sangat mempengaruhi saya, juga cara pandang saya yang sejak kecil terbiasa melihat karya seni ayah dan tumbuh sebagai anak miskin di lingkungan kulit putih yang makmur," ujar Rocha yang logatnya agak mirip rapper Chuck D dan Joe Strummer ini.
"Setiap gerakan revolusi adalah gerakan yang didasari cinta. Semua lagu yang saya tulis berasal dari hasrat untuk menggunakan musik sebagai alat buat lebih memanusiakan manusia. Semua lagu yang saya tulis adalah lagu cinta," tambah Rocha yang mengambil nama RATM dari lagu yang ia tulis bersama band-nya terdahulu, Inside Out.
Berbeda dengan pengusung hip metal yang muncul belakangan, sejak awal RATM tampaknya menghindari unsur techno. Semua sound efek yang terdengar di lagu-lagu mereka murni hasil rekayasa suara gitar secara manual, sementara lirik lagu dinyanyikan dengan gaya rap yang kasar dan emosional. Album ini dinobatkan sebagai album terbaik versi majalah Time.

Label:

8 stars -10 stars -10 KomentarOver 1,500,000
4 stars-
Rage Against The Machine Dibentuk untuk Politik
Tanpa politik, saya tidak akan pernah ada di band ini." Itulah pernyataan Zack De La Rocha, vokalis kelompok asal Los Angeles, California, AS, Rage Against The Machine (RATM). Politik memang identik dengan band rap metal ini. Sejak terbentuk delapan tahun lalu, Rocha (vokal), Tom Morello (gitar), Y.tim K./Tim Commerford
(bass), dan Brad Wilk (dram) gencar melancarkan berbagai misi politik lewat musik. Misi tersebut kadang menjadi penyebab ketegangan di antara mereka sendiri, sehingga mereka memilih untuk vakum beberapa tahun sampai akhirnya merilis album baru di tahun ini.Seperti dua album terdahulu, Rage Against The Machine (1992) dan Evil Empire (1996), album ketiga The Battle of Los Angeles mengusung misi yang sama yaitu politik, persamaan hak, dan anti rasisme. Misi utama mereka kali ini adalah mendukung pembebasan Mumia Abu-Jamal, seorang jurnalis dan mantan anggota perkumpulan Black Panther yang didakwa hukuman mati atas pembunuhan seorang polisi Philadelphia di tahun 1981. Secara eksplisit nama Mumia disebut Rocha di lagu Guerrilla Radio yang jadi single perdana, dan Voice of the Voiceless.
Selain dukungan terhadap Mumia, Rage Against The Machine (RATM) juga mendukung perjuangan tentara pembebasan nasional Zapatista yang membela penduduk negara bagian Chiapas yang ditindas tentara Mexico. Mereka juga mendukung perkumpulan Women Alive yang membela hak-hak wanita. Bahkan saat menggelar konser di Honolulu, Rocha sempat berhenti di tengah lagu dan membentak sekumpulan pria yang melakukan pelecehan pada sekelompok peselancar wanita.
Rocha juga terlibat langsung dalam beberapa demonstrasi rakyat Chiapas. Dia juga rela pergi ke Jenewa untuk memohon persidangan ulang bagi Mumia kepada Komisi Hak Asasi Manusia, PBB. Kini pihak Amnesti Internasional dan Parlemen Eropa mulai mempertanyakan kembali kasus Mumia. "Sebetulnya sulit bagi saya untuk menyeimbangkan kegiatan menulis lagu dengan partisipasi dalam gerakan solidaritas di L.A.," ujar Rocha, 29.
Meski sulit, tapi RATM mampu bertahan selama delapan tahun dan meraih angka penjualan tujuh juta keping untuk dua album mereka terdahulu. RATM juga aktif menggelar berbagai konser amal, seperti A Benefits for Abu-Jamal, Rock For Choice, dan Britain's Anti-Nazi League.
"Jika kami hanya menyanyikan lagu tentang berkendaraan dengan atap mobil terbuka, band ini sudah lama pecah," komentar Tom Morello, gitaris keturunan Afrika-Amerika yang menyandang gelar sarjana dari Harvard. Morello sendiri pernah ditahan polisi di tahun 1997 saat ikut berdemonstrasi memperjuangkan perbaikan kondisi rumah buruh pabrik Guess Jeans di Santa Monica.
Kegiatan politik para personil RATM tersebut membuat kelompok ini tidak seproduktif grup lain. Ketegangan yang mereka alami membuat mereka sulit berkomunikasi. Bahkan setelah merilis album pertama di tahun 1992, mereka tak punya satu pun materi untuk album kedua. Di musim dingin antara tahun '94-'95, pihak Epic Record akhirnya mengurung RATM di sebuah rumah di Atlanta agar bisa menulis lagu. Waktu itu mereka diancam untuk segera menulis lagu atau membubarkan diri. Bagi para personil RATM, itulah masa yang paling sulit. "Saat itu sama sekali tak ada komunikasi, baik musikal maupun personal. Kami tak pernah sepakat dalam berbagai hal. Kami dikurung seperti dalam (MTV) Real World ke sepuluh," kenang Morello.
Mereka akhirnya meninggalkan Atlanta tanpa sepotong lagu pun meski telah berlatih setiap hari. Padahal lagu-lagu di album pertama ditulis hanya dalam waktu sebulan. Akhirnya album kedua Evil Empire bisa rampung di bulan April 1996 dan mencetak hit Bulls On Parade. "Kadang kami patah semangat, kadang juga terlalu bersemangat hingga mencapai 110 persen. Mungkin itulah sebabnya mengapa kami masih bisa bertahan. Kami memilih istirahat dari band sebelum merasa muak satu sama lain dan kemudian pecah, " jelas Wilk tentang kevakuman mereka setelah merilis album kedua.
Sebelum merilis album ketiga yang prosesnya memakan waktu lebih dari satu tahun, RATM menulis lagu No Shelter untuk album soundtrack film Godzilla tahun 1998. Setelah proyek ini selesai, Morello, Wilk, dan Commerford berniat untuk mulai menggarap album ketiga tanpa Rocha yang masih sibuk dengan berbagai kegiatan politik. Rocha yang juga mahir bermain gitar, dram dan bas, setuju karena ia tak ingin mereka harus kembali dikurung di Atlanta.
Rocha kemudian menulis lirik untuk lagu-lagu mereka. Perjalanannya ke Chiapas ia tuangkan dalam lagu Calm Like A Bomb, War Within a Breathe, dan Maria yang bercerita tentang seorang gadis Mexico yang terbunuh di sebuah rumah buruh di Amerika. Lirik-lirik Rocha juga dipengaruhi sejumlah penulis favoritnya, seperti penyair Cuba, Jose Marti, jurnalis dan penulis essay Uruguay, Eduardo Galeano, dan Amiri Baraka. Dia juga sering nongkrong di Nuyorican Poets Café cuma untuk berdiskusi dengan para penyair di sana. Sebagian lagu RATM di album pertama, seperti Take The Power Back dan Bullet in the Head berasal dari puisi yang ditulis Rocha sebelum RATM lahir tahun 1991.
Meski sama-sama menyukai politik, keempat personil RATM memiliki latar belakang keluarga yang beragam. Ayah Zack, Beto De La Rocha adalah seorang seniman grafis yang menjadikan karyanya sebagai media protes dan ibunya, Olivia De La Rocha seorang ahli antropologi. Rocha telah berteman dengan Commerford yang asli California, sejak mereka masih duduk di sekolah dasar. Dari Rocha, Commerford mengenal lagu-lagu Sex Pistols dan belajar memainkannya dengan bas. Sementara Wilk yang lahir 31 tahun lalu di Portland, Oregon, adalah anak seorang pedagang perhiasan.
Tom Morello lahir di Harlem 35 tahun lalu, tempat yang ia sebut sebagai 'gudangnya politik'. Ayahnya, Ngethe Njoroge, seorang mantan diplomat dan juga pemberontak. Dia pernah bergabung dengan gerakan gerilya Mau Mau yang berjuang membebaskan Kenya dari Inggris dan dia menjadi orang pertama yang mewakili Kenya di PBB setelah Kenya merdeka. Ibunya, Mary yang berkulit putih juga aktif di berbagai organisasi politik. Sejak kecil Tom sangat menggemari band-band rock seperti Black Sabbath dan Alice Cooper. Sejak kecil pula Tom dan Rocha akrab dengan perlakuan diskriminatif dari orang-orang sekitarnya.
Gurauan seorang guru yang berbau rasisme saat Rocha SMA telah membuka matanya. Sejak saat itu Rocha bertekad untuk tidak tinggal diam terhadap berbagai perlakuan diskriminatif. Lewat musik dan lirik lagu, Rocha dan Morello mengangkat semua isu politik dan anti rasisme, sementara Wilk dan Commerford secara perlahan tapi pasti mulai belajar soal politik.
"Musik selalu bisa mempersatukan orang. KRS-One dan Publik Enemy sangat mempengaruhi saya, juga cara pandang saya yang sejak kecil terbiasa melihat karya seni ayah dan tumbuh sebagai anak miskin di lingkungan kulit putih yang makmur," ujar Rocha yang logatnya agak mirip rapper Chuck D dan Joe Strummer ini.
"Setiap gerakan revolusi adalah gerakan yang didasari cinta. Semua lagu yang saya tulis berasal dari hasrat untuk menggunakan musik sebagai alat buat lebih memanusiakan manusia. Semua lagu yang saya tulis adalah lagu cinta," tambah Rocha yang mengambil nama RATM dari lagu yang ia tulis bersama band-nya terdahulu, Inside Out.
Berbeda dengan pengusung hip metal yang muncul belakangan, sejak awal RATM tampaknya menghindari unsur techno. Semua sound efek yang terdengar di lagu-lagu mereka murni hasil rekayasa suara gitar secara manual, sementara lirik lagu dinyanyikan dengan gaya rap yang kasar dan emosional. Album ini dinobatkan sebagai album terbaik versi majalah Time.

Label:

Maskibow


Choose Your Language
Fast Translate :

Link Tutorial
HTML TAG
JavaScript Properties
Excel Function
Sample Button Menu
Sample Tooltip
CSS Properties
Visitor On Site's

Contributor